Sebagai negara yang kaya akan budaya dan nilai-nilai luhur, Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah korupsi yang telah merusak tatanan kehidupan, baik di pemerintahan, bisnis, hingga masyarakat. Korupsi yang telah mengakar ini pun menghambat pembangunan bangsa.
Batas-batas moral yang semakin kabur diyakini menjadi salah satu pemicu suburnya korupsi, serta berbagai penyimpangan lainnya. Perselingkuhan, kekerasan, hingga pelecehan seksual hanyalah segelintir puncak dari gunung es permasalahan moralitas bangsa ini. Para hipokrit yang penuh kemunafikan pun terpantau nyaman di dalam institusi negara, sibuk mencari celah untuk melanggar aturan demi keuntungan pribadinya semata.
Tak cukup malang didera korupsi dan hipokrisi, Indonesia masih harus menghadapi riuhnya polarisasi. Perbedaan pandangan dianggap ancaman, digoreng menjadi konflik, dan disajikan sebagai wajah demokrasi di mata publik. Dengan segala problematika bangsa dan karut-marutnya, tak heran jika rusaklah kepercayaan masyarakat terhadap para penguasa.
Hadir sebagai medium bagi para penggagas bangsa, edisi ke-5 Gagas RI bergerak untuk menyelami moral, etika, dan keindonesiaan kita. Di tengah riuhnya persiapan pesta demokrasi lima tahunan Indonesia, gagasan tentang ketiga hal tersebut menjadi kunci untuk memahami keadaan. Saat para kontestan berbondong-bondong menuju KPU, pemikiran kita harus mampu mengidentifikasi mana yang mampu dan mana yang palsu. Moral, etika, dan keindonesiaan adalah harga mati bagi para calon pemimpin untuk membangun Indonesia yang beradab dan demokratis.
Gagas RI episode ke-5 mengundang guru bangsa Profesor Franz Magnis Suseno untuk membedah etika keindonesiaan dan berbagai tantangannya dalam mewujudkan bangsa yang beradab dan demokratis (a civilized and democratic nation). Hadir pula Dr. Luh Gede Saraswati Putri, S.S., M.Hum. - Seniman dan Dosen Filsafat dan Dr. Budhy Munawar Rachman, Direktur Paramadina Center for Religio