JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Demografi/Ketua DPP PSI Dedek Prayudi menyebut apa yang disampaikan Purbaya itu normal, karena utang Whoosh memang tidak akan dibiayai APBN dan dari awal didanai konsorsium. Maka ia meminta agar pernyataan Menkeu tidak perlu dibenturkan lagi dengan komitmen pembiayaan Whoosh.
Sosiolog Perkotaan Nanyang Technical University Singapore, Prof. Sulfikar Amir menyebut Danantara dan Kementerian Keuangan ini adalah dua entitas di bawah pemerintahan Presiden Prabowo. Implikasi yang paling mendasar dari apa yang terjadi dengan Kereta Cepat. Itu dimulai ketika Direktur KAI itu membuka fakta bahwa PT KAI sekarang itu kolaps. Harus kolaps secara finansial, bleeding, untuk membiayai operasional dari Kereta Cepat yang akhirnya kemudian menggerogoti kemampuan dia melayani layanan-layanan kereta yang lain.
“Apa yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Purbaya sebenarnya itu adalah refleksi dari concern Pak Prabowo. Prabowo sendiri kan sudah punya begitu banyak pekerjaan mengurus MBG, Koperasi Merah Putih dan sebagainya gitu. Lalu kemudian ada proyek-proyek masa lalu nih yang membebani, yang kemudian mengejar-ngejar dia terus. Jadi bagaimanapun juga ini menjadi beban finansial sekaligus beban politik buat Prabowo,” ungkapnya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan alasan dirinya menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Menurut Purbaya, tanggung jawab pembayaran seharusnya berada di tangan BPI Danantara Indonesia, mengingat lembaga tersebut kini menerima seluruh dividen dari badan usaha milik negara (BUMN).
Bagaimana menurut Anda?
Selengkapnya saksikan di sini: https://youtu.be/hPu6mnTVkkg?si=L5lpYVNxaAoVCIE6
#whoosh #keretacepat #jokowi
Artikel ini bisa dilihat di :
https://www.kompas.tv/talkshow/627218/proyek-whoosh-beban-finansial-dan-politik-presiden-prabowo-rosi